Alasan Orang Indonesia Tidak Melakukan Konsultasi Kesehatan Mental ke Profesional

Meskipun layanan kesehatan mental kini semakin berkembang, masih banyak masyarakat yang enggan untuk berkonsultasi mengenai kesehatan mental ke profesional.

Alasan Orang Indonesia Tidak Melakukan Konsultasi Kesehatan Mental ke Profesional Ilustrasi seseorang melakukan konsultasi terkait kesehatan mental | Kmpzzz/Shutterstock

Kesehatan mental dewasa ini menjadi sesuatu hal yang mulai diperhatikan oleh masyarakat dunia sebagaimana memiliki dampak yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Namun tidak sedikit pula yang masih memandang sebelah mata pentingnya menjaga kesehatan mental.

Gangguan kesehatan mental sering dianggap sebagai aib dan penyintasnya dinilai sebagai sosok yang mengerikan, tak jarang bila akhirnya para penyintas enggan menceritakan masalah yang dialaminya sebab takut dihakimi.

Meskipun layanan kesehatan mental kini semakin berkembang, hasil survei yang dirilis oleh Populix pada Oktober 2022 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah mengalami gejala gangguan kesehatan mental belum pernah mengakses layanan kesehatan mental. Adapun persentasenya mencapai 69 persen responden.

Alasan orang Indonesia enggan untuk melakukan konsultasi kesehatan mental ke tenaga profesional tahun 2022 | GoodStats

Bila menilik alasannya, mayoritas responden mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak perlu untuk melakukan konsultasi mengenai kesehatan mental mereka dengan raihan sebesar 45 persen.

Alasan utama berikutnya yakni karena responden percaya bahwa dirinya dapat menemukan solusi dari masalahnya sendiri. Alasan ini diungkapkan oleh 42 persen responden. Mahalnya biaya mengakses layanan kesehatan mental kemudian diungkapkan oleh 41 persen responden dalam survei ini.

Selain itu, beberapa alasan lainnya yang diungkapkan oleh responden di antaranya ialah malu berbicara dengan orang yang tak dikenal (33 persen), tidak menyadari adanya layanan kesehatan mental (27 persen), takut dihakimi oleh karena stigma negatif di masyarakat (18 persen), serta dilarang oleh keluarga maupun orang terdekat (1 persen).

Meskipun demikian, masih terdapat sejumlah responden yang mengakses layanan kesehatan ketika mereka mengalami atau merasakan sejumlah gejala gangguan kesehatan mental. Adapun berdasarkan hasil survei, persentasenya mencapai 31 persen responden.

Pertimbangan utama para responden dalam memilih layanan kesehatan mental ialah didasarkan pada aksesibilitas dengan raihan sebesar 63 persen, diikuti dengan kemampuan komunikasi yang baik dengan tenaga kesehatan (59 persen), keterjangkauan (57 persen), reputasi pelayanan yang baik (47 persen), serta rekomendasi teman, relasi, maupun influencer (37 persen).

Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook