5 Halangan Utama Pengadopsian AI Dalam Bisnis

Halangan utama dalam pengadopsian AI ke dalam aktivitas bisnis adalah kurangnya kemampuan dan ahli di bidang AI

5 Halangan Utama Pengadopsian AI Dalam Bisnis Ilustrasi Sistem Kecerdasan Buatan | Gmx Pixel/Shutterstock

Pengadopsian AI sudah mulai berlangsung di seluruh belahan dunia, pelan namun pasti. Kemunculan sistem kecerdasan buatan seperti ChatGPT membuat keberadaan AI semakin mampu dijangkau oleh berbagai kalangan untuk berbagai jenis keperluan.

Kini, AI bukan sekedar digunakan oleh pebisnis tingkat tinggi maupun orang-orang dengan kepentingan khusus. Semua orang, apa pun pekerjaan dan aktivitasnya, dapat menggunakan AI, paling tidak untuk sekedar meringkankan beban tugas. Terbukti, hingga saat ini, terdapat lebih dari 100 juta pengguna ChatGPT.

Banyak pebisnis melihat AI sebagai investasi jangka panjang. Kini, pelaku usaha sudah mulai mengintegrasikan sistem kecerdasan buatan dalam aktivitas bisnisnya. Meski begitu, pengadopsian AI dalam bisnis ini bukan berarti berlangsung tanpa ada masalah.

Melansir laporan IBM Global AI Adoption Index, 34% pebisnis menyatakan bahwa kurangnya kemampuan, pengetahuan, dan ahli terkait dengan AI merupakan hambatan terbesar dalam pengadopsian AI. Secara umum, istilah AI memang sudah lahir sejak tahun 1956. Namun pengadopsiannya baru popular di tahun 2010-an saat penggunaan komputer dan internet sudah berkembang pesat.

Ketika itu, tidak sedikit ahli-ahli yang menolak keberadaan AI karena dianggap akan mencuri esensi kehidupan manusia dan karenanya sama sekali tidak berusaha untuk mempelajarinya. Alhasil, hal tersebut kini menjadi penghambat utama pengaplikasian AI bagi para pelaku usaha. Hingga saat ini pun, masih banyak pihak yang merasa kontra dengan kemunculan AI, yang ditakutkan akan menguasai dunia dan bahkan manusia dengan kecerdasannya.

Selain masalah kemampuan, biaya juga menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Biaya pengadopsian AI tentu tidak murah, dibutuhkan keahlian dan teknologi khusus untuk memastikan implementasinya dapat berjalan dengan baik. Selain itu, 25% pelaku usaha juga merasa tidak memiliki alat atau platform yang tepat untuk membangun model AI. 24% lainnya merasa proyek yang ada masih terlalu rumit dan kompleks untuk dikerjakan oleh AI. Hal ini sejatinya menunjukkan bahwa banyak pihak yang masih merasa ragu dengan kemampuan AI. Selama ini, AI kebanyakan diberikan tugas-tugas yang masih terbilang ringan dalam suatu perusahaan. Pekerjaan yang lebih kompleks masih dikerjakan oleh manusia.

Di bidang apa perusahaan menggunakan AI?

Hampir seluruh pekerjaan dapat diselesaikan menggunakan AI. Salah satu peran utama AI dalam perusahaan adalah dengan membantu mengatasi kurangnya tenaga kerja. Hal ini tentunya mengancam posisi pekerja manusia dan sempat menjadi perdebatan sengit yang hingga saat ini masih terjadi.

Melansir World Economic Forum, sebanyak 14 juta pekerjaan di dunia diprediksi akan menghilang dalam 5 tahun ke depan akibat perkembangan teknologi, salah satunya AI. Laporan McKinsey turut mengungkapkan bahwa 50% perusahaan dunia telah mengadopsi AI di tahun 2022. Nilai tersebut naik lebih dari 2 kali lipat dari hanya 20% di tahun 2017.

Mayoritas pengguna AI berasal dari bagian IT. Kebanyakan perusahaan kini berusaha mengoperasikan AI untuk mengotomasi dan membaharui infrastruktur IT mereka. 30% dari ahli IT mengungkapkan bahwa keberadaan AI telah membantu menghemat waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, terutama pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus yang jarang ditemukan. Selain IT, 35% perusahaan menggunakan AI untuk mengolah data pada bagian data engineers. Keberadaan AI tentu membuat proses pengolahan data menjadi jauh lebih mudah, cepat, dan tepat.

Tidak hanya pada bagian data dan teknologi, AI juga turut digunakan dalam bagian customer service, marketing, hingga pengembangan sumber daya manusia. AI dapat membantu perusahaan menilai kemampuan dari setiap karyawannya dan membantu menyusun pekerjaan yang bisa membuatnya menjadi lebih produktif. Belakangan ini, AI juga digunakan dalam proses rekrutmen dan training pekerja.

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Simak Perkembangan Pemilik Telepon Seluler RI Berdasarkan Kelompok Umur

Ponsel sudah menjadi kebutuhan wajib bagi banyak orang di seluruh dunia. Di Indonesia, kepemilikan tertinggi atas ponsel berasal dari kalangan muda

Survei APJII: 82,6% Penduduk Daerah Tertinggal Sudah Memiliki Akses Internet

Hanya sebagian kecil masyarakat di wilayah tertinggal yang belum memiliki akses terhadap internet, yakni sebesar 17,4%.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook