Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. ASN memiliki asas netralitas yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut, dituliskan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN diwajibkan untuk tidak berpihak dalam bentuk apa pun dan demi kepentingan siapa pun.
Meski begitu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima laporan mengenai pelanggaran terhadap asas netralitas ini. Kemendagri mencatat terdapat 450 ASN yang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akibat dugaan tidak bersikap netral sebagaimana mestinya. Dari jumlah tersebut, 240 orang dinyatakan terbukti melanggar netralitas dan dijatuhkan sanksi.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melalui rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR mengenai evaluasi Pemilu 2024. Rapat tersebut dihadiri oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua KPU Hasyim Asy'ari, hingga Komisioner KPU Idham Holik.
"Namun, tidak menutup informasi bahwa banyak, ada juga bukan banyak, pelanggaran-pelanggaran netralitas ASN. Laporan setidaknya ada 450 ASN yang dilaporkan ke Bawaslu melanggar netralitas. Dari sejumlah itu, ada 240 ASN terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi. Kemudian 180 ASN telah ditindaklanjuti oleh pejabat pembina kepegawaian dengan penjatuhan sanksi" ungkap Tito, Senin (25/03/2024), melansir detikNews.
Lebih lanjut, Tito juga menekankan terdapat beberapa pejabat yang dilaporkan juga ke Bawaslu. Terdapat 5 ASN yang telah diganti. "Ada 5 kita lakukan penggantian, dikarenakan ada inisiatifnya sendiri untuk ke arah pasangan tertentu. Tidak spesifik 1 pasangan, tapi ada pasangan ini, pasangan ke sana, ada pasangan ke sini, kita berikan sanksi juga dengan penggantian," lanjutnya.
ASN yang terbukti melanggar netralitas mayoritas menjabat di bagian fungsional, proporsinya mencapai 23,3%.
Menyusul jabatan fungsional, jabatan dengan pelanggar netralitas ASN terbanyak berasal dari Jabatan Pimpinan Tinggi, dengan proporsi sebesar 22,9%. Posisi ketiga dipegang oleh jabatan pelaksana sebesar 18,3%, camat atau lurah sebesar 16,7%, dan administrator sebanyak 10,4%.
Pelanggaran terbanyak terjadi dalam bentuk dukungan melalui media sosial. Mayoritas ASN menyatakan keberpihakannya dengan membuat postingan, komentar, like, maupun membagikan post dari akun peserta pemilu tertentu. Jumlah ASN yang melakukan pelanggaran jenis ini mencapai 15,8%.
Selain itu, 12,9% ASN terbukti ikut turun tangan langsung dalam kegiatan kampanye. 10,8% mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan partai politik atau pasangan tertentu, dan sebanyak 7,1% menjadi anggota dan/atau bagian dari pengurus partai politik.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya