Untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar penduduk di suatu daerah, pengukuran rasio gini digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada bulan Maret dan September setiap tahunnya.
Nilai rasio gini memiliki rentang dari 0 hingga 1, di mana semakin mendekati angka 1 maka ketimpangan pendapatan antar penduduk diindikasikan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin mendekati angka 0 maka distribusi pendapatan antar penduduk di suatu daerah mendekati pemerataan sempurna.
Rasio gini diukur oleh BPS berdasarkan provinsi yang kemudian dikategorikan kembali menjadi wilayah perkotaan dan perdesaan. Mulanya, rasio gini dikembangkan serta dipublikasikan oleh statistikus Italia Bernama Corrado Gini pada tahun 1912.
Bangka Belitung catatkan ketimpangan pendapatan terendah
Berdasarkan data BPS pada Maret 2022, Kepulauan Bangka Belitung menduduki peringkat pertama provinsi dengan rasio gini terendah. Adapun skor yang dicatatkan ialah sebesar 0,236 pada periode Maret 2022.
Raihan ini semakin mendekati pemerataan sempurna. Dibandingkan secara year-on-year dengan periode Maret 2021, rasio gini Kepulauan Bangka Belitung berhasil menurun dari yang sebelumnya menyentuh angka 0,256.
Sementara itu, bila dibandingkan dengan periode September 2021, capaian pada periode teranyar pun masih lebih baik di mana Kepulauan Bangka Belitung mencatatkan rasio gini sebesar 0,247 pada periode tersebut.
Capaian tertinggi Kepulauan Bangka Belitung terhitung konsisten selama kurun waktu beberapa tahun ke belakang dan cenderung membaik. Hal itu berarti, jurang ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin di provinsi yang terkenal sebagai surganya timah ini semakin tipis.
Di sisi lain, Kalimantan Utara berhasil menggebrak di posisi ke-2 dengan raihan rasio gini sebesar 0,272 pada periode Maret 2022. Berkat raihan ini, Kalimantan Utara berhasil menyalip Maluku Utara yang pada periode sebelumnya berada di posisi ke-2. Adapun dibandingkan dengan periode September 2021, rasio gini Kalimantan Utara berhasil menurun dari angka 0,285.
Posisi ke-3 diraih oleh Maluku Utara dengan rasio gini sebesar 0,279. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan periode September 2021 yang memiliki rasio gini sebesar 0,278. Sementara itu, posisi ke-4 dan ke-5 masing-masing diraih oleh Sumatra Barat dan Maluku dengan skor rasio gini berbanding tipis yakni sebesar 0,300 dan 0,301 pada periode Maret 2022.
Rata-rata raihan rasio gini nasional per periode Maret 2022 ialah sebesar 0,384. Angka ini naik tipis dari periode September 2021 yang mencatatkan skor sebesar 0,381. Adapun DI Yogyakarta menjadi provinsi dengan ketimpangan pendapatan antar penduduk tertinggi di Indonesia yang mencatatkan rasio gini sebesar 0,439 pada periode Maret 2022.
Ketimpangan pendapatan di perkotaan cenderung lebih tajam
Wilayah perkotaan cenderung memiliki rasio gini yang lebih tinggi dibandingkan penduduk di wilayah perdesaan. Berdasarkan data BPS pada periode Maret 2022, rata-rata rasio gini di Indonesia untuk wilayah perkotaan sebesar 0,403 sementara wilayah perdesaan sebesar 0,314.
Kepulauan Bangka Belitung berhasil menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan tingkat ketimpangan rasio gini terendah untuk wilayah perkotaan dengan skor sebesar 0,248. Sementara itu, wilayah perkotaan di Sulawesi Barat memiliki ketimpangan rasio gini tertinggi yakni sebesar 0,448.
Lagi-lagi, Kepulauan Bangka Belitung kembali unggul dalam kategori wilayah perdesaan dengan ketimpangan rasio gini terendah sebesar 0,206. Sementara Papua menduduki peringkat terakhir dengan nilai rasio gini sebesar 0,427.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi besar kecilnya nilai ketimpangan pendapatan relatif antar penduduk di suatu wilayah. Faktor-faktor tersebut di antaranya yakni tingkat pendidikan, kesehatan, serta lapangan usaha.
Pendidikan dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam masalah kesenjangan. Investasi pada masing-masing sumber daya manusia (SDM) memiliki pengaruh terhadap besaran pendapatan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk, semakin besar pula peluang berada dalam kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jenjang pendidikan yang lebih tinggi membuka kesempatan lebih besar untuk memperoleh pekerjaan pada posisi strategis dengan pendapatan yang juga lebih besar.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya