Industri fesyen di masa pandemi ternyata tidak hancur. Pandemi malah membentuk tren baru masyarakat yang harus diadaptasi semenjak pembatasan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran industri fesyen yang memanfaatkan penetrasi digital, salah satunya di Indonesia.
Peralihan pola kegiatan ke digital mulai marak ditambah adanya pandemi. Mengutip data dari laporan HootSuite dan We Are Social, tercatat ada sekitar 202,6 juta atau 73,3 persen orang Indonesia yang sudah menggunakan internet dan angka itu meningkat 15,5 persen dari jumlah tahun lalu.
Layanan internet sendiri sudah memfasilitasi berbagai macam kebutuhan dari berita, sosialisasi, bermain gim, sampai berbelanja. Khusus dalam berbelanja, tercatat 87, 1 persen dari pengguna internet di Indonesia merupakan pelanggan setia eCommerce.
Kategori barang yang paling banyak dibeli pun beragam dari elektronik, furnitur, mainan, alat kecantikan dan perawatan, serta fesyen. Dari data tersebut, pemanfaatan internet dengan pengguna yang semakin meningkat dapat membuat industri fesyen tetap berjalan.
Mengutip dari datafeedwatch.com, industri fesyen online diperkirakan mencapai nilai 758 miliar dollar AS pada 2021 . Angka itu meningkat dari 2018 dengan nilai 439 miliar dolar AS yang mana belum ada pandemi.
Salah satu eCommerce yang mendapat sorotan adalah Zalora. Berkat berbagai strategi dan langkahnya, selama pandemi Zalora makin berkembang dan meninggalkan jauh pesaingnya.
Zalora sebagai eCommerce fesyen terpopuler di Indonesia
Mengutip dari iPrice, di kuartal kedua 2021, Zalora jadi eCommerce fesyen paling populer pada kuartal II 2021 dengan 3,4 juta pengguna aktif bulanan. Meninggalkan jauh pesaing terdekatnya, Map Emall dengan 589,6 ribu pengguna aktif bulanan.
Zalora tentu tidak hanya mengandalkan peningkatan pengguna internet yang signifikan untuk meraih pelanggan sebanyak itu. Sebenarnya Zalora sudah menjadi pasar fesyen primadona sebelum pandemi. Lalu, apa saja yang mereka lakukan untuk tetap konsisten?
eCommerce sebesar ini tentu tidak hanya berdiri di Indonesia. Perusahaan asal Singapura ini telah melebarkan sayap ke Hong Kong, Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Vietnam. Dengan tersebarnya ke berbagai negara, tentu mereka mencoba melirik bagaimana Zalora bisa berkembang dengan masyarakat lokal yang berbeda-beda. Salah satu caranya adalah mendorong influencer marketing.
Strategi Zalora menjadi eCommerce fesyen terpopuler
Teknik ini biasa digunakan untuk mendekatkan brand dengan pelanggannya. Sebuah studi dari Taiwan mengatakan ada sekitar 80% orang membeli barang atas pengaruh dari influencer dan Instagram berperan penting dalam membangun identitas brand.
Terbukti, peningkatan followers bisa dirasakan lewat eventnya yang bekerja sama dengan pada influencer di tahun 2019 dengan tajuk ZALORAMADHAN Trip 2019.
Poin ini juga dijelaskan oleh Christopher Daguimol selaku Group Director Brand Communications Zalora.
“Bisa dilihat, penggunaan konten menarik yang dihadirkan influencer dapat menjadi salah satu cara untuk menjaring pelanggan,” katanya dikutip dari kumparan.
Tidak hanya itu, Zalora juga mengembangkan program berbasis komunitas bernama Community Influencer Program (CIP) yang mengumpulkan para influencer baik golongan nano dan mikro. Di dalam komunitas itu banyak berisi ulasan dan rekomendasi berbagai produk Zalora di platform masing-masing.
Zalora juga menyediakan beragam konten yang mendorong interaksi antara pelanggan dengan influencer mereka. Beberapa konten di Youtube bisa dilihat seperti “Z Hang Out” ataupun “Zneakers Talk” untuk menjaring pelanggannya. Biar begitu, Perusahaan asal Singapura ini juga tetap memproduksi konten yang terpasang di ruang publik.
Selain influencer, Zalora juga memanfaatkan Trender untuk mengolah data pelanggannya. Nantinya platform ini akan menjaring data untuk membantu brand menampilkan demografi, produk favorit, tren pembelian produk, dan berbagai macam kebutuhan data untuk menunjang penjualan.
Hal semacam ini memang tidak asing di permainan eCommerce sekarang. Kecerdasan buatan mulai dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana kita membutuhkan produk mereka. Sebuah penelitian dari IMRG dan Hive menyebutkan setidaknya ada tiga dari empat eCommerce fesyen yang siap berinvestasi untuk teknologi ini hingga dua tahun kedepan.
Teknologi ini juga dapat membantu pelanggan dalam menghemat waktunya. Dikutip dari perzonalization.com, menyebutkan bahwa setidaknya pelanggan dapat menghemat waktunya, dan menemukan produk lebih cepat berkat fitur menampilkan halaman personalisasi dengan produk yang jadi favorit pelanggan.
Tentu ini juga menambah pengalaman berbelanja lebih personal, dan interaktif yang didorong oleh keinginan pelanggan.
Selain itu, Zalora juga tidak menutup mata pada tren yang berubah semenjak pandemi. Mereka membuka berbagai kategori baru untuk memperluas kategori dan lini produk mereka.
Salah satu contohnya adalah produk mainan untuk anak, alat kesehatan, alat rumah tangga, dan luxury. Perluasan ini juga diadakan karena situasi pandemi untuk memenuhi lifestyle keluarga yang banyak berkegiatan di rumah.
Satu lagi yang tidak dilupakan Zalora adalah berbagai teknik marketing yang lumrah di industri ini. Nyatanya, gratis ongkos kirim jadi pendorong utama produk mau dibeli. Baru setelah itu ada promo, ulasan, kemudahan belanja dan lainnya seperti yang dikutip dari GlobalWebIndex.
Dari situ, Zalora juga menambah teknik pembayaran baru, seperti Ovo dan Kredivo untuk memperluas market pasarnya. Tidak hanya itu, Kredivo juga menyediakan layanan pay later dan cicilan untuk kemudahan pelanggan. Dengan opsi itu juga dapat menambah pelanggan dari berbagai kelas ekonomi. Riset dari Katadata Insight Center (KIC) dan Kredivo juga menunjukkan sekitar 50 persen pengguna baru menggunakan pay later di eCommerce.
Penulis: Muhammad Hamzah Asy Syafi'i
Editor: Superadmin