Di era digital yang ditandai dengan penggunaan luas teknologi digital, smartphone telah muncul sebagai alat yang tak tergantikan dalam memfasilitasi berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan konektivitas yang mulus ke internet, smartphone telah merevolusi cara individu terlibat dalam berbagai aktivitas, termasuk mengakses layanan online. Salah satu domain yang sangat dipengaruhi gelombang teknologi ini adalah ranah aplikasi layanan pesan antar makanan online.
Peningkatan penggunaan smartphone dan internet telah mendorong perkembangan platform bisnis online, terutama aplikasi pesan antar makanan, yang telah mendapatkan popularitas besar di kalangan massa. Aplikasi-aplikasi ini menawarkan kenyamanan dan kemudahan yang memungkinkan pengguna untuk dengan mudah menelusuri dan memesan makanan pilihan mereka dari berbagai opsi yang tersedia di ujung jari mereka.
Menurut temuan penelitian baru-baru ini, terjadi peningkatan yang signifikan dalam frekuensi penggunaan layanan pesan antar makanan di antara konsumen di Indonesia, dengan peningkatan sebesar 64% yang signifikan dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi. Di antara beragam aplikasi pesan antar makanan yang tersedia di pasaran, GoFood muncul sebagai pilihan favorit bagi sebagian besar pengguna, diikuti secara dekat oleh ShopeeFood dan GrabFood.
Tren yang meningkat dalam menggunakan aplikasi pesan antar makanan terutama nyata di kalangan mahasiswa ini terjadi karena kecenderungan mereka untuk mencari hal-hal praktis dan mencari kenyamanan dalam gaya hidup mereka yang padat.
Meskipun kenyamanan yang ditawarkan oleh aplikasi pesan antar makanan tidak dapat disangkal, namun tidak terlepas dari dampak negatifnya. Salah satu dampak negatif yang signifikan yang terkait dengan adopsi luas platform-platform ini adalah perubahan pola makan, yang ditandai dengan dominasi makanan cepat saji, makanan penutup, dan masakan modern. Akibatnya, terjadi peningkatan frekuensi dan jumlah konsumsi makanan, yang disebabkan oleh kemudahan akses yang difasilitasi oleh aplikasi pesan antar makanan.
Lebih lanjut, bukti empiris menunjukkan adanya korelasi antara penggunaan aplikasi pesan antar makanan dan risiko obesitas di kalangan mahasiswa di wilayah Jabodetabek. Sebuah penelitian terbaru berusaha untuk menjelaskan hubungan ini, mengkaji faktor-faktor seperti frekuensi penggunaan aplikasi dan hubungannya dengan kejadian obesitas
Penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan aplikasi pesan antar makanan didominasi oleh penggunaan intensitas sebanyak 1-3 kali/minggu sebesar 94,5%. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa lebih banyak mahasiswa melakukan pembelian makanan online 1-2 kali/minggu. Sementara itu, penelitian terhadap pekerja kantoran berusia 18-35 tahun di DKI Jakarta menunjukkan bahwa mayoritas dari mereka memiliki intensitas penggunaan yang rendah (<4 kali/minggu), sebesar 55,3%. Alasan utama dari penggunaan intensitas rendah ini adalah karena hanya diperlukan saat berkumpul dengan teman, dan terdapat biaya pengiriman yang harus dibayar oleh pengguna.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa makanan yang paling sering dipesan mahasiswa adalah ayam goreng, pizza, sushi, nasi padang, es krim, dan kopi.
Namun, di balik kepraktisan dan beragam variasi menu yang ditawarkan, terdapat temuan menarik dalam uji hubungan antara jenis makanan dan minuman yang dibeli dengan risiko obesitas. Ternyata, makanan seperti ayam goreng dan baso aci serta minuman seperti es krim dan kopi menunjukkan korelasi yang signifikan dengan risiko obesitas. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang hubungan antara jenis konsumsi makanan dan minuman dengan perkembangan obesitas di kalangan mahasiswa.
Di sisi lain, penelitian juga menunjukkan bahwa variabel seperti tempat tinggal dan uang saku tidak berkaitan dengan jenis aplikasi pesan antar makanan apa yang paling sering digunakan.
Penulis: Willy Yashilva
Editor: Iip M Aditiya