Pemilihan umum merupakan proses demokratis yang dilaksanakan sebuah negara untuk memilih pemimpinnya, baik itu presiden hingga perdana menteri.
Pemilu tentu dilaksanakan oleh banyak negara. Namun dari sejumlah pelaksanaan pemilu itulah muncul beragam kecurangan yang dilakukan oknum-oknum tertentu. Kecurangan yang dilakukan bermacam-macam, mulai dari manipulasi proses pemilihan umum hingga manipulasi hasil setelah pemilu dilakukan.
Berikut beberapa kecurangan pemilu dari seluruh dunia yang dicurigai pernah terjadi saat pemilu:
1. Intimidasi dan Disinformasi
Agaknya dua hal tersebut merupakan masalah yang tidak kunjung selesai saat memasuki masa-masa pemilihan umum, khususnya pada musim kampanye.
Intimidasi merupakan tindakan yang dilakukan seseorang atau sebuah kelompok terhadap individu atau kelompok tertentu. Ada banyak bentuk intimidasi, mulai dari verbal hingga fisik dan paksaan. Dalam berbagai sumber, terdapat bentuk intimidasi yang kerap terjadi saat pemilu seperti penyerangan terhadap tempat pemungutan suara, ancaman hukum atau fisik serta pemaksaan.
Sementara itu, disinformasi memang tidak merujuk kepada ancaman, namun hal ini sama gawatnya dengan intimidasi. Sejarah mencatat bahwa terdapat oknum yang menyebarkan informasi menyesatkan untuk mempengaruhi hasil pemilu. Selain itu, ada pula oknum yang memberikan informasi yang salah terkait waktu dan tempat pemungutan suara sehingga menyebabkan kehilangan kesempatan untuk memilih.
Dua jenis disinformasi tersebut pernah terjadi pada pemilihan umum Chili dan Kanada.
2. Surat Suara yang Tidak Sah
Beberapa kecurangan pemilu berkaitan erat dengan surat suara. Di antaranya berupa surat suara yang sengaja dibuat membingungkan (misleading or confusing ballot papers) hingga surat suara yang sengaja dirusak hingga tidak bisa dihitung (destruction or invalidation of ballots).
Beberapa pemilihan umum mengalami kejadian berupa surat suara yang didesain membingungkan. Misalnya pada pemilihan presiden AS tahun 2000, surat suara pada negara bagian Florida mempunyai dua sisi bolak-balik (butterfly ballot) sehingga membingungkan pemilih. Meskipun secara tidak melanggar secara hukum, namun desain surat suara yang tidak efektif membuat pemilih bingung sehingga tidak sengaja memilih kandidat lain yang bukan menjadi pilihan awalnya.
Pemilihan umum Spanyol pada akhir abad ke-19 juga diwarnai skandal terkait penghilangan surat suara. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kedudukan antara kaum Liberal dan Konservatif.
3. Kesalahan dalam Penghitungan Suara
Tidak hanya surat suara, rupanya kecurangan pemilihan umum berisiko terjadi pada saat penghitungan suara.
Hasil suara pemilu rawan berubah ketika sudah dihitung. Kecurangan pemilu terkait hasil suara dapat berupa suara yang mungkin salah tercatat pada surat suara, pada mesin pemungutan suara hingga terjadinya kesalahan saat mencatat total suara.
Kejadian ini pernah terjadi pada pemilihan umum Malawi tahun 2019. Pada tahun 2020, satu tahun setelah pemilu, Mahkamah Konstitusi negara tersebut memberikan keputusan untuk membatalkan pemilu 2019. Hal ini dikarenakan banyak hasil suara yang diubah menggunakan cairan pengoreksi (Tipp-Ex), serta beberapa surat suara yang diduplikasi, tidak terverifikasi, dan tidak ditandatangani.
4. Membeli Suara (Vote Buying)
Istilah ‘vote buying’ atau membeli suara mungkin sudah tidak asing lagi dalam proses pemilihan umum.
Dalam beberapa sumber, istilah ini juga kerap disebut politik uang, klientilisme dan politik patronase. Kecurangan tersebut terjadi ketika seorang kandidat atau partai politik membagikan uang maupun barang lain kepada calon pemilih dengan imbalan mereka harus memilih kandidat politik tersebut.
Di Indonesia sendiri, hukuman terhadap pembelian suara pada pemilihan umum telah diatur undang-undang. Hal ini termaktub pada Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (Undang-undang pemilu). Dalam Pasal 515, tercatat bahwa oknum politik yang pada pemungutan suara dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi kepada peserta pemilu untuk mempengaruhi pilihannya, maka oknum tersebut terancam penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta.
5. Penyalahgunaan Proxy Voting dan Surat Suara Pos
Pemungutan suara dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk proxy voting dan melalui pos.
Melansir Gatra, proxy voting merupakan istilah di mana seorang peserta pemilihan umum memberikan wewenang kepada orang lain untuk memberikan suara mereka. Mungkin terdengar tidak biasa, namun praktik proxy voting dianggap memudahkan pemilih disabilitas yang tidak bisa datang langsung ke tempat pemungutan suara.
Praktik pemungutan suara proxy telah dilakukan di berbagai negara seperti Polandia, Swiss dan Kroasia. Namun tentu ada peraturan yang ketat untuk bisa mewakili suara seseorang, karena wewenang tersebut dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
Terdapat pula jenis pemungutan suara lain yang rawan terjadi kekurangan, yaitu pemungutan suara menggunakan pos. Peserta pemilu yang berhalangan datang ke tempat pemungutan suara bisa mengirimkan surat suara melalui pos. Surat suara tersebut berisiko untuk dirusak atau bahkan diubah sehingga tidak sama seperti awal pengiriman.
Praktik ini pernah ditemukan pada pemilihan di Inggris, Amerika dan diduga pernah terjadi di Malaysia.
Penulis: Almas Taqiyya
Editor: Iip M Aditiya