Prosesi pencoblosan calon presiden dan wakil presiden Indonesia telah usai, tetapi durasi masyarakat untuk mengetahui presiden dan wakil presiden terpilih masih perlu menunggu waktu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan melalui Peraturan KPU RI Nomor 3 Tahun 2022 mengenai Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Keputusan dan pengumuman mengenai hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih perlu melalui proses rekapitulasi hasil perhitungan suara masyarakat sejak 15 Februari 2024 hingga 20 Maret 2024.
KPU juga menuturkan bahwa pengumuman terhadap hasil suara tersebut pun masih perlu didahului proses bersama Mahkamah Konstitusi (MK). Pihak Mahkamah Konsitusi (MK) bertanggungjawab memberikan dan membacakan surat pemberitahuan dan keputusan kepada KPU.
Menjelang penghitungan resmi dan mengawal rekapitulasi suara masyarakat oleh KPU, situasi nasional tidak senantiasa terhindar dari hiruk-pikuk masyarakat semakin gencar membagikan fakta-fakta, isu, maupun informasi mengenai keabsahan pelaksanaan Pemilu 2024.
Sensitivitas terhadap keabsahan pelaksanaan Pemilu 2024 pada 14 Februari sangat ramai menjadi pembicaraan di setiap laman media sosial oleh setiap pengguna dengan bentuk atau format konten.
Perbincangan keabsahan pelaksanaan Pemilu 2024 pada kalangan masyarakat di dalam jaringan maupun luar jaringan mengerucut kepada persoalan surat suara maupun proyeksi suara pada penghitungan cepat setiap lembaga survei.
Di balik setiap perbincangan, pengawalan suara rakyat, dan proses rekapitulasi KPU, sayangnya terdapat suatu peristiwa sedih juga turut menghiasi momen Pemilu 2024. Hal tersebut berhubungan dengan fakta bahwa masih terdapat 668 Tempat Pemungutan Suara (TPS) perlu melakukan pemungutan suara susulan.
KPU melansir ragam permasalahan terjadi pada persoalan 668 TPS perlu melakukan pemungutan suara susulan, seperti permasalahan bencana alam, keamanan, dan jumlah surat suara.
Permasalahan ini tentunya bukan suatu persoalan sederhana jelang pelaksanaan Pemilu 2024, dikarenakan ragam permasalahannya yang termasuk suatu isu prominen dan krusial.
Persoalan keamanan pada Kabupaten Paniai, Kabupaten Papua Tengah tentunya perlu menjadi sorotan terhadap bagaimana perkembangan sosialisasi dan eksistensi pengurus KPU di daerah sehingga peristiwa pembakaran kotak suara dan pembuangannya ke sungai oleh massa tidak dapat terelakkan.
Persoalan tersebut tentu perlu penanganan represesif maupun preventif dari semua kalangan dan lintas sektoral sehingga dapat memantik kelapangan serta kesiapan masyarakat untuk berstatus dan bertindak sebagai pemilih pada Pemilu Nasional.
Kabar sedih lainnya hadir dari situasi yang terjadi pada Kabupaten Demak. Terdapat lebih dari 25.000 jiwa diharuskan mengungsi dikarenakan bencana banjir menimpa daerah tersebut. Situasi ini tentunya menjadi persoalan bagi persiapan dan pelaksanaan pemilu.
Banjir pada wilayah tersebut faktanya telah terjadi sejak 8 Februari, tepatnya enam hari sebelum pelaksanaan Pemilu nasional. Namun, perangkat daerah maupun masyarakat tidak dapat terhindari dari kenyataan untuk mengalihkan proses Pemilu mereka menjadi pemungutan suara susulan, dengan periode paling lambat 24 Februari.
Peristiwa pada Kabupaten Demak tentunya perlu perhatian khusus dan catatan berkepanjangan bagi penyelenggara Pemilu maupun aparat pemerintah nasional dan daerah lainnya, khususnya perihal aktivasi serta revitalisasi tanggap bencana pada setiap sektoral pemerintahan.
Pihak KPU tentu telah melakukan persiapan dengan maksimal menjelang Pemilu 2024 tetapi kesalahan tentu tidak akan pernah luput, seperti permasalahan yang terjadi pada Kota Batam perihal kurangnya surat suara sehingga mengharuskan untuk terjadinya pemungutan surat suara susulan.
Apresiasi tentu perlu untuk dibersamai dengan evaluasi agar tercipta proses yang dapat menjadi perbaikan dan kebaikan, suatu upaya yang tentunya perlu ada pada setiap jenjang sosial-kemanusian, tidak luput bagi pihak pemerintahan sebagai pemangku kebijakan dan aparatur penegak hukum Negara.
Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya