Indeks Pembangunan Manusia acap kali digunakan menjadi tolok ukur kualitas masyarakat di suatu daerah yang juga bisa menjadi komponen pengukur dari berhasil atau tidaknya kebijakan yang diterapkan di setiap daerah otonom hingga negara. Indeks Pembangunan Manusia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki beberapa matriks pengukuran atau dimensi dasar, yakni umur yang panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
Menurut data Badan Pusat Statistik, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta menjadi 2 daerah di ranking atas perihal Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia di DKI Jakarta berada di Angka 80,88 sementara angka Indeks Pembangunan Manusia DI Yogyakarta adalah 80,06.
Kedudukan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia tertinggi bukanlah hal yang mengagetkan. Namun, tidak untuk Yogyakarta. Kota yang dikenal dengan keramahan dan kesederhanaannya ini bisa menduduki peringkat kedua perihal angka Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Mengingat banyak sekali matriks atau tolok ukur pengukuran Indeks Pembangunan Manusia, alasan Yogyakarta bisa menjadi daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia menjadi nomor dua yang tertinggi bisa dibedah dengan data.
Pendapatan rendah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bisa menjadi tolok ukur atau matriks pengukuran kesejahteraan suatu Provinsi. PDRB sendiri dipengaruhi oleh PAD (Pendapatan Asli Daerah), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri, Pengeluaran Pemerintah daerah, hingga inflasi.
Dalam data PDRB dari BPS, Yogyakarta berada di peringkat ke-8 dari bawah dengan PDRB rendah di angka 36.460 miliar rupiah. Meski bukan menjadi yang paling bawah, PDRB Yogyakarta bisa digolongkan menjadi PDRB menengah kebawah.
Melek pendidikan
Meski bisa disimpulkan Yogyakarta mayoritas miskin, masyarakat Yogyakarta melek pendidikan. Hal ini dibuktikan dari data jumlah anak putus sekolah pada tahun ajaran 2020 - 2021 dalam setiap jenjang pendidikan. Angka jumlah anak putus sekolah di Yogyakarta sangatlah lebih sedikit dibanding provinsi lain bahkan Ibu Kota DKI Jakarta.
Jumlah anak putus sekolah di Yogyakarta selama 2020 - 2021 adalah 611 anak. Hal ini adalah angka yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan Provinsi lain. Bahkan DKI Jakarta yang berlabel Ibukota justru malah memiliki jumlah anak putus sekolah paling tinggi secara nasional.
Tak sampai disitu, untuk penduduk usia produktif di Yogyakarta mayoritas tidak buta huruf. Hanya 0,07 persen dari seluruh masyarakat Yogyakarta yang tercatat buta huruf. Terjadi lagi, persentase masyarakat buta huruf Yogyakarta bahkan lebih rendah dari Jakarta dengan 0,09 persen masyarakat buta huruf dari seluruh penduduk Ibukota.
Faskes trsebar ffisien, masyarakat Yogyakarta panjang umur
Yogyakarta rupanya memiliki masyarakat yang panjang umur, hal ini terbukti dari data angka harapan hidup yang dirilis Badan Pusat Statistik. Dalam data tersebut, Yogyakarta menjadi Provinsi dengan angka harapan hidup tertinggi pada angka 75,02.
Tak hanya sampai disitu. Jika berbicara perihal umur, tidak akan pernah lepas dari kesehatan. Kesehatan tak punya ukuran yang jelas dan kasat mata, namun salah satu yang bisa mengukur kesehatan dalam lingkup daerah adalah dengan melihat ketersediaan fasilitas kesehatan dan rasionya terhadap jumlah masyarakat hingga jangkauannya terhadap daerah sekitar.
Berdasarkan komparasi data total fasilitas kesehatan berdasarkan Provinsi dan data luas wilayah berdasarkan Provinsi dari BPS, fasilitas kesehatan di Yogyakarta punya radius yang relatif minim. Yang artinya satu fasilitas kesehatan di Yogyakarta bisa menangani orang sakit dalam radius 15,28 Km2.
Kali ini Yogyakarta berada di peringkat dua dalam ranking Provinsi dengan fasilitas kesehatan berdasarkan radius. DKI Jakarta punya angka fantastis dan menduduki peringkat satu dengan kemampuan 1 fasilitas kesehatan untuk menangani orang sakit dalam radius 1,30 Km2 dari setiap fasilitas kesehatan yang ada.
Ditambah lagi, jika membandingkan data jumlah fasilitas kesehatan yang ada dan total populasi berdasarkan provinsi, Yogyakarta cukup memiliki rasio yang ideal. Berdasarkan analisis, setiap satu fasilitas kesehatan bisa menangani kurang lebih 18 ribu orang yang sedang sakit.
Angka ini amat sangat subjektif, karena total kamar, kasur dan baik buruknya pelayanan tidak dapat diukur dengan pasti. Namun, dari beberapa variabel di atas Yogyakarta bisa disimpulkan sebagai Provinsi dengan fasilitas kesehatan yang memadai dan memiliki masyarakat yang berumur panjang.
Penulis: Puja Pratama Ridwan
Editor: Iip M Aditiya