Mengulik Rendahnya Partisipasi Pilkada 2024, Merosot di Bawah 70%

Tingginya angka golput dan menurunnya partisipasi memilih di Pilkada 2024 menggambarkan darurat demokrasi di Indonesia.

Mengulik Rendahnya Partisipasi Pilkada 2024, Merosot di Bawah 70% Ilustrasi Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 | Yazid Nasuha/iStock

Partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 menjadi salah satu isu yang menarik perhatian publik. Tingkat partisipasi secara nasional berada di bawah 70%, sebuah penurunan signifikan dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Di beberapa daerah, angka partisipasi bahkan tercatat hanya mencapai sekitar 54%.

Anggota KPU, August Mellaz, mengakui bahwa angka partisipasi ini mencerminkan kurangnya keterlibatan para kandidat dengan publik. Menurutnya, data ini menggambarkan perlunya evaluasi terhadap strategi sosialisasi dan penyelenggaraan pilkada.

“Memang kalau kita lihat sekilas dari gambaran secara umum, kurang lebih di bawah 70% partisipasi pemilih secara nasional rata-rata,” ucap Mellaz, dikutip dari Kompas.

Provinsi dengan Golput Pilkada Tertinggi 2024

Beberapa daerah mengalami angka golput yang signifikan, menunjukkan rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada serentak di 2024. 

Data provinsi dengan angka golput Pilkada 2024 tertinggi | GoodStats
Provinsi dengan angka golput tertinggi pada Pilkada 2024 | GoodStats

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan di beberapa provinsi, dengan Sumatra Utara mencatat angka golput tertinggi sebesar 50,68%, disusul oleh Jakarta sebesar 46,95%. 

Sementara, golput pada Provinsi Jawa Barat dan Banten mencapai sekitar 38%. Angka ini mencerminkan bahwa provinsi dengan populasi besar tidak menjamin tingginya partisipasi pemilih.

Penyebab Rendahnya Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya ketidakpuasan terhadap kandidat yang diusung partai politik yang menjadi alasan signifikan, sejalan yang diungkapkan oleh mantan Ketua Bawaslu, Abhan Misbah. 

Selain itu, peneliti utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menyoroti rendahnya keterlibatan masyarakat akibat proses pencalonan yang didominasi oleh elite politik. Hal ini mendorong kurangnya rasa memiliki terhadap kandidat yang diusung. 

Faktor lain yang dapat memengaruhi rendahnya partisipasi ini adalah posisi pilkada sebagai rangkaian terakhir dalam pesta demokrasi, seperti penjelasan dari Eddy Soeparno dari partai PAN. Perhatian masyarakat lebih terfokus pada pemilih legislatif dan presiden, sehingga minat terhadap pilkada cenderung berkurang.

Dengan begitu, untuk dapat meningkatkan partisipasi, partai politik perlu melibatkan masyarakat secara langsung dalam penjaringan kandidat, sementara KPU diharapkan dapat mengadopsi strategi sosialisasi yang lebih inovatif. 

Baca Juga: Selebritas dalam Quick Count Pilkada 2024

Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor

Konten Terkait

Lampaui Prediksi, Pemilih Dharma-Kun Didominasi Kalangan Pendidikan Menengah-Tinggi dan Beragama Selain Islam

Suara yang diperoleh Dharma-Kun jauh melebihi survei elektabilitas. Profil pemilih didominasi masyarakat pendidikan menengah-tinggi dan beragama selain Islam.

Pj. Wali Kota Pekanbaru Risnandar Muhiwa Terjerat Kasus OTT, Berapa Harta Kekayaannya?

Kasus ini sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya sistem pengawasan yang lebih ketat serta komitmen moral yang tinggi dari pejabat publik.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook