Indonesia secara resmi akan memindahkan ibu kotanya dari Jakarta ke wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang diberi nama sebagai Nusantara. Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara merupakan upaya pemerintah untuk mengusung pembangunan ekonomi yang inklusif.
Terdapat sejumlah faktor yang mendasari pemerintah memindahkan ibu kota, mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia yang masih terkesan Jawa-sentris.
Mengutip BPS, Pulau Jawa masih mewarnai struktur perekonomian Indonesia dengan peranan sebesar 56,48 persen dan pertumbuhan kumulatif sebesar 5,31 persen pada tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa dipengaruhi oleh empat provinsi terbesar yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan total kontribusi ekonomi sebesar 51,71 persen.
Sehubungan dengan ini, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo bertekad agar pemindahan ibu kota ke Nusantara nantinya dapat menjadi magnet baru ekonomi. Sehingga, hal tersebut menjadikan perekonomian Indonesia lebih merata.
“Bukan sekadar pindahkan gedung dari Jakarta. Kalau magnetnya tidak hanya Jakarta, ada Nusantara, magnetnya ada dua. Artinya, perputaran ekonomi tidak hanya di Jawa,” tutur Jokowi dilansir dari Kompas.com.
Perpindahan ibu kota ke Nusantara tentunya akan memberikan dampak yang signifikan terhadap Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan nasional. Ini membuat kita menjadi beratanya-tanya, bagaimana nasib Jakarta nanti setelah pemindahan ibu kota?
Visi Jakarta sebagai kota bisnis dan pusat perekonomian
Kepala Pusat Inovasi Pengembangan Perkotaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tulus Ludiyo Setiawan menyebut bahwa Jakarta akan menjadi kota bisnis dan pusat perekonomian setelah pemindahan IKN. Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan UU tentang Kekhususan Jakarta.
“Visi mewujudkan Jakarta sebagai kota bisnis dan pusat perekonomian nasional berskala regional dan global yang lestari, berbudaya, serta menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan,” paparnya dikutip dari Tempo.co.
Meski tak lagi menjadi ibu kota negara Indonesia, namun Presiden Jokowi menginginkan agar Jakarta tetap menjadi kota global untuk pengembangan ekonomi. Tak dapat dipungkiri, Jakarta masih menjadi provinsi dengan produk domestik regional bruto (PDRB) terbesar dalam skala nasional pada 2021, yaitu mencapai Rp 2.914,58 triliun.
Kedepannya, Pemerintah DKI juga menawarkan kondep pembangunan Jakarta yang terbagi ke dalam beberapa aspek untuk menciptakan keseimbangan ekonomi, sosial, ekosistem, dan lingkungan. Lebih lanjut, Jakarta juga diusulkan agar tetap menjadi daerah otonom tunggal serta perencanaan penguatan tata kelola pemerintahan kelembagaan di Jabodetabekpunjur pasca peprpindahan IKN.
Pendapatan wisata Jakarta diproyeksi masih tetap kuat
Meskipun ibu kota negara akan pindah, namun sektor pariwisata di DKI Jakarta diproyeksi tetap akan kuat. Sebab, pariwisata Jakarta masih akan menjadi sektor unggulan sesuai dengan rencana pengembangan pariwisata di masa mendatang.
Optimisme ini muncul sejalan dengan besarnya kontribusi sektor pariwisata Jakarta terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun kontribusinya turun akibat efek dari pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, namun angkanya perlahan kembali pulih pada 2021.
Pendapatan sektor pariwisata DKI Jakarta yang dinilai masih tetap kuat juga disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus, mengingat Jakarta tetap menjadi barometer perekonomian Indonesia meski tak lagi menyandang status ibu kota.
“Tentunya, pemerintah DKI Jakarta perlu lebih fokus dan menjaga agar kinerja perekonomian di bidang pariwisata yang selama ini sudah dicapai itu tidak hilang, bahkan bisa terus meningkat,” tutur Heri dikutip dari Antaranews.com.
Ia mengaku optimis sebab kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) di DKI Jakarta mengalami tren positif. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kedatangan wisman ke Jakarta meningkat menjadi 71,75% sepanjang Juli 2023 dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya