Kesiapan Mental Jadi Pertimbangan Utama Gen Z Sebelum Nikah

Kesiapan mental, emosi, kemampuan komunikasi, hingga stabilitas finansial jadi hal penting yang diperhatikan Gen Z sebelum menikah.

Kesiapan Mental Jadi Pertimbangan Utama Gen Z Sebelum Nikah Ilustrasi Pernikahan | Getty Images

Pernikahan merupakan hal sakral di kalangan anak muda. Memilih pasangan untuk menghabiskan seumur hidup bersama tentu tidak semudah memilih menu makan siang. Pertimbangan matang-matang perlu dilakukan dan perencanaan jangka panjang harus disusun. Semua hal wajib dipikirkan secara komprehensif, mulai dari tempat tinggal setelah menikah, pembagian aset dan keuangan, rencana untuk memiliki keturunan, situasi keluarga pasangan, dan masih banyak lagi. Tidak heran jika pernikahan membuat anak muda Indonesia merasa stres, tak terkecuali Gen Z.

Sebagai generasi yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012, Gen Z tumbuh dengan paparan teknologi, salah satunya kemajuan media sosial. Kisah-kisah pernikahan yang berawal manis namun berakhir tragis dari selebriti kawakan tak jarang membuat Gen Z mengurungkan niat untuk menikah, takut kisahnya berakhir serupa. Belum lagi, menemukan pasangan yang tepat bukanlah hal yang mudah.

Psikolog klinis Anna Surti Ariani, Psi., yang akrab disapa Nina, menyebutkan terdapat beberapa hal yang membuat anak muda enggan menikah, seperti sulit percaya pada pernikahan akibat trust issue, tidak siap secara finansial, calon pasangan yang belum cocok, hingga ingin lebih memprioritaskan pendidikan, karier, dan pengembangan diri.

Jakpat melakukan survei terhadap 1.155 responden Gen Z secara daring pada 6-9 Desember 2024, dengan margin of error di bawah 5%. Survei ini bertujuan untuk memahami perilaku dan karakteristik Gen Z dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya menyangkut pernikahan.

Hal yang Jadi Perhatian Sebelum Kawin

Hal yang jadi perhatian Gen Z sebelum menikah | GoodStats
Hal yang jadi perhatian Gen Z sebelum menikah | GoodStats

Menurut survei tersebut, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mengutamakan kesiapan mental dan emosional sebelum mengambil keputusan menikah. Keputusan menikah bukan hal yang bisa diambil dengan sederhana. Menikahi seseorang berarti menikahi segala sesuatu darinya, kelebihannya, kekurangannya, keluarganya. Mengucap janji suci yang mengikat seumur hidup harus dibarengi dengan pondasi mental dan emosional yang kuat. Sebanyak 66% responden pria dan 84% responden wanita mengaku mengedepankan kesiapan mental dan emosional sebelum menikah.

Selain itu, 61% responden pria dan 81% responden wanita tercatat mementingkan kesiapan untuk menghadapi tantangan kehidupan bersama. Kesulitan, baik dalam bentuk ekonomi hingga kesehatan, dapat mengganggu kehidupan rumah tangga jika tidak dibangun dengan persiapan yang matang. Pasangan yang siap menghadapi tantangan hidup bersama akan bisa tetap berdiri dengan teguh mengatasi segala kesulitan.

Gen Z juga mengedepankan kemampuan komunikasi yang terbuka. Nina turut menekankan pentingnya komunikasi dalam membangun hubungan yang kuat.

“Miliki kemampuan komunikasi yang baik, bisa mengomunikasikan dengan jelas apa yang dirasakan dan dipikirkan, dan bisa menanggapi pesan pasangan dengan baik pula,” terangnya ketika dihubungi tim GoodStats pada Kamis (9/1/2025).

Stabilitas finansial atau karier menjadi pertimbangan 59% responden laki-laki dan 77% perempuan. Tak bisa dipungkiri, membangun keluarga tidaklah gratis. Biaya kehidupan sehari-hari, ditambah biaya anak nantinya, semuanya memerlukan uang yang tidak sedikit. Untuk itu, stabilitas finansial dan karier jadi pertimbangan penting sebelum menikah.

Terakhir, kesediaan buat menghadapi masalah dan konflik digarisbawahi oleh 57% responden laki-laki dan 76% responden wanita. Menurut Nina, pasangan harus bisa menghadapi konflik yang ada, bukan malah lari dan dibiarkan begitu saja.

“Selesaikan masalah yang dihadapi, bukan didiamkan. Cari solusi, bukan cari kesalahan,” tekannya.

Selain itu, Nina menambahkan pentingnya punya kesamaan dengan calon pasangan, bisa dalam bentuk hobi, makanan, teman, genre musik, film, dan masih banyak lagi. Kesamaan ini bisa menjadi pondasi untuk banyak menghabiskan waktu bersama dan saling mengenal lebih dalam.

“Semakin banyak yang bisa dinikmati bersama membuat kita punya kegiatan bersama, dan bisa menikmati satu sama lain,” ungkap Nina.

“Cari hal-hal baru yang disukai bersama, jangan terus terpaku pada hal-hal yang sama terus,” lanjutnya.

Dalam hal ini, masa pacaran menjadi momen penting untuk saling mengenal satu sama lain, menghabiskan banyak waktu bersama sebelum mengambil keputusan untuk menikah.

Persepsi lingkungan sekitar, mulai dari keluarga hingga sahabat, turut berperan dalam menentukan kesiapan anak muda untuk menikah.

“Seberapa jauh kita sudah dikenal sebagai “pasangan” oleh lingkungan sekitar kita? Kalau sudah, maka semakin banyak dukungan yang didapat dari lingkungan, dan dukungan itu bagus sekali lho untuk membuat hubungan pernikahan jadi lebih kuat,” ujarnya.

Terus, Hubungan Sehat Itu Seperti Apa?

Definisi hubungan sehat ala Gen Z | GoodStats
Definisi hubungan sehat ala Gen Z | GoodStats

Lebih lanjut, 72% Gen Z mendefinisikan hubungan yang sehat sebagai hubungan dengan komunikasi yang terbuka dan jujur satu sama lain. Keterbukaan mendorong pasangan untuk saling jujur ketika menghadapi masalah maupun konflik, membuat hubungan semakin kuat.

Lalu, 71% responden menyebutkan hubungan yang penuh kepercayaan sebagai hubungan yang sehat, sedangkan 70% memilih adanya rasa hormat satu sama lain. Kesetiaan dan komitmen juga menjadi penting dalam hubungan bagi 69% responden.

Karakteristik hubungan sehat lainnya adalah hubungan yang penuh pengertian dan toleransi, bisa menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat dan pikiran jernih, serta adanya dukungan satu sama lain dalam mencapai tujuan pribadi. 

Pada akhirnya, Nina menegaskan bahwa hubungan yang sehat harus memiliki nilai bersama yang disepakati bersama, dan tentunya dijalankan dengan komitmen dan kesetiaan.

“Miliki nilai atau values yang disepakati bersama, terus dikomunikasikan dan dijalankan bersama. Misalnya, sepakat bahwa yang penting frugal living, maka terus mengusahakan itu,” tutur Nina.

Baca Juga: Bagaimana Konsep Pernikahan Impian Ala Anak Muda?

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor

Konten Terkait

Jadi Narkoba yang Paling Banyak Ditemui, Semahal Apa Harga Ganja dan Sabu di Indonesia?

Narkotika yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah ganja dan sabu, dengan harga jual ganja mencapai Rp15 ribu per gram dan sabu Rp1,5 juta per gram.

83% Lansia RI Bergantung Secara Finansial pada Keluarga

Sebanyak 83,74% lansia bergantung pada keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanya sedikit yang bergantung pada dana pensiun dan investasi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook