Job Mismatch: Tantangan Besar di Balik Tingginya Pengangguran

Sebesar 7,4% pengangguran pada lulusan SMA/SMK, dengan 48% melamar pekerjaan berdasarkan ketertarikan yang tidak sesuai latar pendidikan.

Job Mismatch: Tantangan Besar di Balik Tingginya Pengangguran Ilustrasi Generasi Muda Pusing Mencari Pekerjaan | jcomp/Freepik

Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja menyebabkan banyak lulusan menerima pekerjaan tanpa mempertimbangkan kualifikasi mereka, fenomena ini dikenal sebagai job mismatch.

Job mismatch terjadi ketika kualifikasi, keterampilan, atau minat seorang pekerja tidak sejalan dengan pekerjaan yang dijalani, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi individu.

Di Indonesia, masalah ini berdampak buruk pada produktivitas, kesejahteraan pekerja, dan pertumbuhan ekonomi, terutama ketika lulusan baru harus bekerja di sektor kelebihan tenaga kerja, tetapi permintaan rendah.

Dampak job mismatch tidak hanya dirasakan individu, tetapi juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi negara. Ketika lulusan tidak memanfaatkan keterampilan mereka, potensi kontribusi mereka terhadap perekonomian terhambat.

Job Mismatch Penyumbang Tinggi Angka Pengangguran

Menurut laporan Populix berjudul “Fenomena Job Mismatch di Indonesia”, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, mengatakan bahwa gen Z berusia 15-24 tahun menganggur karena masih mencari pekerjaan.

Angkatan Kerja yang Belum Bekerja | GoodStats
SMA/SMK menjadi kelompok dengan angka pengangguran tertinggi mencapai 7,4% | GoodStats

Pengangguran Indonesia sebagian besar adalah lulusan SMA/SMK mencapai 7,4%. Sementara itu, pengangguran berasal dari lulusan S1/D4 dengan sebanyak 5,6%. Angka ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam memasuki pasar kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan mereka.

Selain belum mendapatkan pekerjaan, Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa tingginya angka pengangguran di kalangan gen Z disebabkan ketidakcocokan antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja.

Pelamar Utamakan Keterampilan di Atas Pendidikan

Saat ini, semakin banyak orang yang memilih bekerja di bidang yang tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan mereka akibat terbatasnya ketersediaan lapangan kerja, tuntutan ekonomi mendesak, serta pencarian minat yang tidak terduga.

Hal ini menunjukkan bahwa individu sering kali terpaksa memilih pekerjaan demi untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan yang mereka peroleh.

Alasan Melamar Tidak Sesuai Pendidikan | GoodStats
48% pelamar memilih pekerjaan di bidang tidak sesuai pendidikan karena tertarik | GoodStats

Menurut survei Populix, sekitar 48% responden tidak memiliki latar belakang pendidikan yang relevan melamar pekerjaan karena mereka menyukai bidang itu dan 44% merasa memiliki kemampuan di dalamnya.

Selain itu, 27% responden melamar tanpa alasan khusus, hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Sebanyak 13% melamar pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan karena tingginya permintaan.

Sementara 12% melakukannya karena gaji yang ditawarkan menarik dan 9% terpaksa mengalihkan karir karena bidang yang diinginkan tidak ada di daerah mereka. 

Upaya Menangani Job Mismatch

Dalam mengatasi masalah job mismatch, diperlukan reformasi untuk dapat mendukung transisi generasi muda dari pendidikan ke dunia kerja dan menciptakan kondisi ideal yang dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. 

Revitalisasi kurikulum pendidikan yang responsif terhadap perubahan pasar menjadi langkah awal yang penting. Pengembangan program pelatihan berbasis keterampilan, seperti pelatihan kerja dan sertifikasi juga krusial untuk memastikan kompetensi pekerjaan sesuai permintaan.

Selain itu, memanfaatkan teknologi seperti e-learning dapat memberikan akses ke materi pelatihan yang lebih luas, membantu pekerja meningkatkan keterampilan sesuai perkembangan pasar.

Baca Juga: Tagar ‘Desperate’ Ramai di LinkedIn, Gen Z Kesulitan Cari Kerja

Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor

Konten Terkait

Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi Dinilai Buruk

Persepsi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia masih kurang baik. 30,4% responden memberi penilaian buruk dan 7,3% sangat buruk.

Papua Menjadi Daerah dengan Konstruksi Termahal di Indonesia

Dibutuhkan perencanaan yang cermat agar proyek pembangunan di setiap wilayah dapat berjalan dengan efisien tanpa beban keuangan yang berlebihan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook