Pasar investasi jual beli aset digital kini semakin diminati oleh masyarakat di Tanah Air. Beberapa waktu lalu jagat maya dihebohkan dengan nama Sultan Gustaf Al Ghozali alias Ghozali Everyday. Ghozali berhasil “kaya mendadak” dari penjualan foto selfie pribadinya di platform marketplace Open Sea dengan omzet mencapai Rp1,5 miliar rupiah.
Tak cukup berhenti di sana, fenomena penjualan aset digital kian menjamur. Dengan modal nama besar yang dimiliki, sejumlah artis berencana dan bahkan telah merilis token kriptonya.
Sebut saja kalangan artis di Indonesia seperti pasangan Anang dan Ashanty dengan pasar Non-Fungible Token (NFT) mereka yang diberi nama ASIX, Syahrini dengan meluncurkan aset NFT pertamanya yang berjudul "Syahrini’s Metaverse Tour” pada Desember 2021 lalu, hingga I-Coin token kripto milik Wirda Mansur anak kandung dari Ustadz Yusuf Mansur.
Alih-alih menawarkan kemudahan, jual beli aset digital membuat banyak peminatnya tergiur. Sebelum terjun lebih dalam, perlu dipahami terlebih dahulu apa saja perbedaan NFT dan kripto.
Deretan Bank Digital Indonesia dengan Aset Terbesar, Wujud Perbankan Masa Kini
Mengenal NFT dan Kripto
Cryptocurrency atau uang kripto dan NFT merupakan aset investasi digital yang kini makin mendapat perhatian terkhusus bagi masyarakat di Indonesia sendiri. Keduanya memang memiliki kesamaan dan juga perbedaan di setiap komponennya.
Menurut pengertiannya, NFT "Non Fungible" berasal dari dua kata, "Fungibility" dan "Token". Fungibility adalah kemampuan sebuah aset untuk ditukar dengan aset serupa yang memiliki nilai sama. Seperti, misalnya menukar uang kertas Rp10.000 dengan dua lembar uang kertas Rp5.000 yang berarti nilainya masih tetap sama. Sedangkan Token adalah aset digital yang bisa mewakili barang, layanan dan bentuk nilai.
Dapat dilihat esensi NFT merupakan aset yang berkembang dari cryptocurrency. Namun, perbedaan antara NFT dengan aset kripto terdapat dari nilai jual belinya.
Ketika Jeff Bezos Ketagihan Guyur Investasi untuk Startup di Indonesia
Apa Perbedaan NFT dan Kripto?
NFT umumnya muncul dalam format digital yang memperjualbelikan aset seni seperti musik, gambar, foto, dan lain lain dalam format Joint Photographic Expert Group (JPEG), Portable Network Graphic (PNG), Graphics Interchange Format (GIF) dll. Setiap aset NFT memiliki tanda tangan atau kode unik digital yang berbeda, itu sebabnya NFT tidak bisa ditukarkan dengan nilai yang sama. Dalam penerapannya pun tidak bisa sembarang pembeli yang dapat memperjualbelikan aset tersebut.
Berbeda dengan NFT yang tidak memiliki kesamaan nilai, aset kripto memiliki nilai tukar yang sama dan dapat diperdagangkan. Contohnya 1 bitcoin tetap sama bernilai 1 bitcoin. Kesamaan ini menjadikan aset kripto sebagai alat terpercaya untuk melakukan transaksi blockchain.
Jika berdasarkan cara transaksinya, NFT dapat diperjualbelikan di Open Sea atau versi lokal di TokoMal. Sedangkan masyarakat memutuskan ingin membeli token kripto, seperti bitcoin, ethereum, atau lainnya harus membuat akun melalui aplikasi platform exchange atau bursa trading yang sudah terdaftar di Commodity Futures Trading Regulatory Agency (BAPPEBTI).
Mana yang lebih cuan, NFT atau Kripto?
Dari keduanya memiliki nilai tukar yang sama tergantung dari kenaikan tiap tahunnya. Kedua aset digital tersebut memiliki keunggulannya masing-masing.
NFT dapat digunakan untuk meminimalisir penjualan para seniman yg karyanya rentan diplagiasi. Sehingga tidak butuh biaya besar karena tidak perlu akomodasi transportasi atau ruang pajang hasil karya seni untuk diperjualbelikan. Selain itu juga dapat digunakan untuk meminimalisir penjualan para seniman yg karyanya rentan diplagiasi. Harga jual NFT bergantung pada apresiasi di masa depan sehingga dapat dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan NFT, aset kripto bersifat likuid atau dapat dikonversikan menjadi uang tunai atau koin lainnya tanpa mengganggu harga.
Itulah perbedaan untuk membandingkan aset digital NFT dengan aset kripto untuk mengetahui lebih lanjut disarankan untuk memahami tujuan dari berinvestasi terkhusus investasi digital dan juga mengetahui apa saja resiko yang mungkin terjadi di setiap platform.
Ekonomi Digital RI Tumbuh Paling Pesat di Asia Tenggara
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Editor