“Olahraga pemersatu bangsa”, selalu ramai dikumandangkan masyarakat saat pertandingan sepak bola digelar. Tercatat pada data 2022 bahwa Indonesia mencapai 69% perihal minat penggemar terhadap olahraga sepak bola dan menduduki peringkat ketiga se-Asia mengenai capaian besaran penggemar sepak bola, menyusul Vietnam dan Uni Emirat Arab (UAE).
Tingginya minat masyarakat terhadap sepak bola ternyata juga menimbulkan suatu perilaku di kalangan penggemarnya sendiri. Salah satunya perihal kebiasaan menonton pertandingan kesayangannya tersebut.
Berdasarkan data pemeringkatan penayangan olahraga yang sering mengalami pembajakan, tim sepak bola dan para komite penyelenggara pertandingannya perlu meratapi kenyataan bahwa sepak bola menduduki peringkat pertama dalam kasus pembajakan tontonan.
Jumlah kasus pembajakan yang fantastis tercatat pada pertandingan FIFA Qatar World Cup 2022, mencapai jumlah penonton dengan kasus pembajakan sebanyak 396,8 juta kemudian dilanjutkan oleh pertandingan tahun berikutnya yaitu UEFA Champions League Final 2023 sebanyak 47,4 juta.
Kominfo menegaskan bahwa kinerja instansinya juga turut memerangi kebiasaan masyarakat dalam hal mengakses tontonan bajakan, tidak terkecuali tayangan pertandingan olahraga. Hal ini dibuktikan dengan upaya Kominfo bekerja sama dengan Video Coalition of Indonesia (VCI).
Kerjasama tersebut menghasilkan aksi pemblokiran terhadap lebih dari 2.300 situs siaran langsung dengan jenis bajakan, sehingga per 2020 akhirnya dapat menghasilkan penurunan 68% jangkauan masyarakat terhadap kasus pembajakan tontonan.
Namun, hal ini tidak serta merta menghilangkan fakta bahwa masih banyak beredar media-media illegal yang dapat diakses masyarakat untuk “menikmati” tontonan bajakan khususnya penayangan pertandingan sepak bola.
Situs internet masih terbukti menjadi media yang digandrungi masyarakat untuk mengakses tontonan bajakan pertandingan olahraga, termasuk sepak bola. Tingginya kasus tersebut tercatat mencapai 66,9% dengan perbandingan sebanyak 39,7% dengan persentase jenis media kedua yaitu aplikasi.
Para streamer sebagai “tuan rumah” tontonan bajakan tersebut tercatat dapat meraup hingga Rp.346.385.060 setiap bulannya dengan “datangnya” para penonton bajakan tersebut.
Sebuah nominal yang sangat tinggi dengan pemberian pelayanan gratis tetapi tidak menjauhkan pengguna dengan kasus-kasus siber seperti peretasan akun dan sebagainya.
Terdapat 20 situs ilegal yang membagikan tontonan bajakan pertandingan olahraga dengan banyak jumlah pengunjung setiap bulannya hingga saat ini. Situs-situs tersebut faktanya dapat diakses secara global oleh para penggemar olahraga di penjuru dunia.
Situs-situs pada data tersebut menduduki peringkat lima teratas dari 20 situs ilegal tontonan pertandingan olahraga secara global.
Situs-situs tersebut dapat mencapai jangkauan hingga lebih dari 2 juta pengunjung setiap bulannya. Capaian ini tentunya menjadi suatu pertanda bahwa menonton bajakan masih tergolong sebagai suatu kebiasaan dari kelompok penggemar olahraga di dunia, termasuk sepak bola.
Data mengungkapkan bahwa USA menduduki peringkat teratas dalam porsi kasus tontonan pertandingan olahraga ilegal. Tingginya angka tersebut menjadikan USA “memimpin” maraknya kasus pembajakan terhadap tayangan pertandingan olahraga oleh masyarakatnya.
Kasus tersebut juga dapat dilatarbelakangi oleh kuantitas penyedia situs ilegal terhadap tontonan atau tayangan pertandingan olahraga tersebut.
Fenomena ini perlu mendapatkan sorotan para regulator maupun publik sebagai suatu permasalahan struktural yaitu permasalahan yang membutuhkan penanganan secara sistematis dan lintas sektoral.
Langkah Indonesia menonaktifkan dan “memburu” para penyedia tontonan atau tayangan berstatus ilegal dapat menjadi opsi praktis tetapi tidak sepadan dengan cepatnya arus atau laju aktivitas pengguna internet di era digital.
Permasalahan ini membutuhkan penyelesaian dengan solusi konseptual praktis mengacu pada perbaikan pemahaman kolektif, mengedepankan perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat khususnya perilaku pada aktivitas menonton.
Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya