Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia selama tiga tahun terakhir menunjukan peningkatan yang positif.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia naik sebanyak 7,56 juta orang atau meningkat sebesar 5,39% selama tahun 2021 hingga 2023 menjadi 147,71 juta orang.
Adapun jumlah penduduk bekerja Indonesia pada 2023 hampir mencapai 140 juta orang. Angka tersebut meningkat sekitar 8,8 juta orang atau 6,71 persen pada periode yang sama.
Hal ini juga tentu dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia yang mengalami peningkatan positif dengan menurunnya jumlah pengangguran terbuka sebanyak 1,24 juta selama tahun 2021 hingga 2023 menjadi 7,86 juta orang.
Meski demikian, merujuk pada hasil laporan Labour Rights Index (LRI) yang disusun oleh WageIndicator Foundation dan Centre for Labour Research (CLR), indeks hukum ketenagakerjaan Indonesia pada 2022 memperoleh skor 60,5 dari 100.
Skor tersebut masuk dalam kategori Limited Access to Decent Work atau jaminan akses pekerjaan layak yang terbatas, lebih rendah dibandingkan rata-rata regional di Asia Tenggara, yaitu 62,33.
Jika ditelaah berdasarkan 10 indikator yang digunakan, Indonesia memang meraih nilai sempurna dalam hukum perlindungan keselamatan kerja (skor 100), serta hukum perlindungan pekerja anak dan pekerja paksa (skor 100).
Namun, hukum Indonesia belum memberi perlindungan yang layak untuk hak terkait serikat pekerja (skor 0). Bahkan sampai 1 Januari 2022, Indonesia belum memiliki hukum yang melindungi hak serikat pekerja untuk berdemonstrasi.
Ini berarti, hukum ketenagakerjaan Indonesia belum sepenuhnya menjamin perlindungan hak pekerja.
Sebagai informasi, riset laporan LRI dilakukan dengan menghimpun hukum ketenagakerjaan nasional yang berlaku di 135 negara per tanggal 1 Januari 2022. Skor indeks ini juga sebatas mencerminkan ada atau tidaknya hukum ketenagakerjaan yang menjamin hak-hak tersebut, tanpa memperhitungkan implementasi hukumnya di lapangan.
Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Iip M Aditiya