Setelah mengalami kontraksi kala pandemi di tahun 2020, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2021 kian mengalami perbaikan. IPM Indonesia tumbuh sebesar 0,49 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,03 persen, tetapi indeksnya masih lebih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 0,74 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) yang bertajuk Indeks Pembangunan Manusia 2021 menyebut, perbaikan IPM Indonesia pasca puncak pandemi didorong oleh peningkatan standar hidup layak yang terlihat pada variabel pengeluaran riil per kapita masyarakat.
Lalu bagaimana tren pertumbuhan IPM di Indonesia?
Meski dinilai lambat, IPM tumbuh semakin baik
Sebagai ukuran kualitas hidup masyarakat, BPS merilis data IPM Indonesia pada tahun 2021 mencapai skor 72,79 dari 100 poin yang mana hal itu bisa menjadi indikasi kualitas hidup di Indonesia berada pada level "tinggi".
Nilai disparitas atau kesenjangan di wilayah Indonesia dalam satu dekade terakhir menurun. Meski masih tumbuh dengan relatif lambat, angka kesenjangan dinilai mengalami perubahan baik. Angka disparitas bisa diukut dengan selisih antara nilai IPM tertinggi dengan IPM terendah.
Jika melihat dalam grafik pada tahun 2010, selisih antara IPM tertinggi dan terendah untuk wilayah kabupaten kota mencapai 63,10 poin. Lalu pada 2021 angkanya berkurang menjadi 54,34 poin. Nilai tersebut yang memberi bukti adanya perbaikan dalam permerataan pembangunan manusia antar kabupaten/kota.
Capaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota pada tahun 2021 sangat bervariasi. IPM tertinggi dicapai oleh Kota Yogyakarta. Skor IPM di Yogyakarta tercatat mencapai 87,18 dari 100 poin. Angka tersebut meningkat 0,65 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar 86,61. Sementara itu, IPM terendah berada di kabupaten Nduga, Papua dengan indeks sebesar 32,84 poin.
Berbeda halnya dengan yang terjadi pada wilayah kabupaten/kota, wilayah provinsi mengalami penurunan kesenjangan yang belum optimal. Tercatat, tingkat kesenjangan pada 2010 antar provinsi sebesar 21,87 poin. Meski menurun, kesenjangan kualitas hidup antarprovinsi pada 2021 tidak jauh berbeda dari satu dekade lalu.
Kesenjangan IPM Provinsi Belum Optimal
DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi yang mengalami tekanan berat kala pandemi. Meski demikian, capaian IPM provinsi DKI pada tahun 2021 masih tetap berada di posisi tertinggi sejak pertama kali perhitungan IPM dimulai.
Pembangunan manusia DKI Jakarta mengalami pemulihan dengan baik. Pada tahun 2021 indeksnya menunjukkan peningkatan sebesar 0,34 poin, setelah sebelumnya hanya meningkat 0,01 poin pada 2020.
Peningkatan IPM DKI Jakarta didukung oleh indikator pengeluaran per kapita yang tumbuh sebesar 1,61 persen jika dibandingkan pada tahun 2020. Kondisi pandemi Covid-19 yang sudah kian terkendali berpengaruh pada penurunan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sehingga dapat memulihkan kembali aktivitas ekonomi daerah. Hal tersebut kemudian mengakibatkan pengeluaran rill per kapita dan IPM DKI Jakarta mengalami peningkatan.
Berbanding terbalik dengan situasi tersebut, Papua menempati posisi terendah dalam capaian pembagunan manusia selama sepuluh tahun belakangan. Pada tahun 2021, IPM Papua juga mengalami pemulihan dengan peningkatan sebesar 0,19 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2020.
Berbeda dengan IPM DKI Jakarta yang didukung oleh pengeluaran rill per kapita masyarakat, peningkatan IPM Papua didukung oleh indikator lainnya, yakni rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolan, dan umur harapan hidup saat lahir yang masing-masing meningkat sebesar 1,05 persen, 0,27 persen, dan 0,21 persen.
Hal tersebut dapat mengindikasikan masih banyaknya masalah terkait pemerataan pembangunan di suatu provinsi. BPS menyebut, permasalahan tersebut dapat dipengaruhi banyak faktor, yakni belum optimalnya pelaksanaan otonomi khusus, pembangan potensi unggulan berbasis sumber daya alam, pembangunan infrastruktur dan konektivitas, dan terbatasnya pelayanan dasar serta kerentanan terhadap kesenjangan sosial dan kemiskinan.
Tujuan penilaian IPM
Penilaian IPM bertujuan sebagai ukuran menilai kualitas hidup di suatu wilayah di Indonesia. BPS mengukur hal tersebut dalam pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang sehat, pengetahuan, dan hidup layak.
Secara lebih rinci, dimensi variabel umur panjang dan hidup sehat di Indonesia diwakili dengan variabel Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yang kondisinya tumbuh 0,14 persen pada tahun 2021.
Sementara itu, dimensi pengetahuan yang diwakili dengan variabel Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masing-masing tumbuh sebesar 0,77 dan 0,71 persen.
Kemudian penghidupan layak dibuktikan dengan dimensi pengeluaran riil per kapita Indonesia pada tahun 2021 tumbuh 1,30 persen, setelah pada sebelumnya mengalami naik turun sebesar 2,53 persen.
Indeks ini merupakan indikasi semakin tinggi nilai IPM suatu negara/daerah, maka pencapaian pembangunan manusianya juga semakin baik. Harapannya, indikator ini bisa menjadi bahan perbaikan bagi pemerintah untuk mengupayakan pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Iip M Aditiya