Serangan militer yang dilakukan Israel terhadap penduduk Gaza kian memburuk. Jumlah korban yang tewas tembus 22 ribu orang, termasuk lebih dari 9 ribu korban anak-anak dan lebih dari 6 ribu wanita. Diperkirakan lebih dari 200 warga Palestina terbunuh dalam kurun waktu 24 jam.
Tuntutan gencatan senjata dan pembebasan serta kemerdekaan Palestina kini semakin marak diserukan warga dari berbagai belahan dunia melalui berbagai macam aksi, termasuk memboikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
Indonesia sendiri sudah lama menyatakan dukungan dan turut memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa, yaitu Fatwa MUI No. 83/2023 tentang Hukum Dukungan untuk Perjuangan Palestina, pada November 2023 lalu yang secara kuat memunculkan seruan boikot kuat terhadap produk Israel.
"Jadi ini adalah bagian kita untuk boikot melemahkan ekonomi Israel, sehingga Israel tidak punya kekuatan dukungan. Selama ini dukungan ekonomi yang besar itu dari Amerika," ujar Sudarnoto Abdul Hakim selaku Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, dikutip dari Metrotvnews.com.
Berkaitan dengan hal ini, hasil riset yang dilakukan Populix bertajuk “Understanding Public Sentiment on the Boycotts Movement Amid the Palestine-Israel Dispute”, memaparkan data bahwa sebanyak 65% responden dari survei mengaku setuju dengan seruan fatwa tersebut.
Beberapa alasan utama dari sikap setuju responden untuk memboikot produk yang terafiliasi Israel adalah untuk menunjukkan solidaritas terhadap Palestina (75%), dan mengatasi masalah kemanusiaan di wilayah tersebut (65%). Alasan lainnya, yaitu untuk memprotes agresi militer Israel (56%), dan mendukung aksi boikot sebagai alat ekonomi dan politik.
Kendati demikian, masih terdapat 26% responden yang masih ragu dan 9% menolak fatwa tersebut karena merasa kurang yakin akan implikasi dan efektivitas aksi boikot untuk mengatasi isu sosial dan politik.
Lebih lanjut, jika ditilik berdasarkan agama yang dianut, warga muslim masih menjadi suara mayoritas yang aware dan mendukung aksi boikot dan fatwa MUI. Tak heran, mengingat Indonesia menjadi salah satu negara muslim terbesar.
Head of Social Research Populix Vivi Zabkie, dalam pemaparan risetnya juga menjelaskan bahwa seruan aksi boikot tersebut sangat kuat, sehingga awareness atas fatwa ini tak hanya dari umat muslim, tapi juga non-muslim. Hal ini kemungkinan terjadi karena isu tersebut adalah isu kemanusiaan yang tidak mengenal sekat agama.
Perlu diketahui, survei yang dilakukan Populix tersebut melibatkan 1.058 responden dengan 80% berdomisili di Pulau Jawa, Sumatra 11%, dan pulau lain 9%. Responden penganut agama Islam sebanyak 87%, selebihnya merupakan 4 agama lain di Indonesia.
Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Iip M Aditiya