Percepatan implementasi pasal 74 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terus dilakukan oleh Tim Pembina Samsat Nasional, yang terdiri dari Jasa Raharja, Korlantas Polri, dan Kemendagri. Pasalnya, pihak Jasa Raharja menyatakan, bahwa ada sekitar 39 persen kendaraan bermotor yang telah menunggak pajak.
Padahal, merujuk pada UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan termaktub dengan jelas bahwa kendaraan yang tidak diregistrasi ulang selama dua tahun setelah masa berlaku Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) habis, maka identitas kendaraan tersebut dapat terhapus dan tidak dapat diregistrasi ulang kembali. Dengan kata lain, kendaraan akan teridentifikasi sebagai kendaraan ilegal.
Oleh sebab itu, sejumlah roadshow dan sosialisasi kepada masyarakat serta pemerintah provinsi tengah gencar digelar Tim Pembina Samsat Nasional, agar masyarakat dapat memahami dan pemerintah provinsi pun dapat membantu merumuskan kebijakan yang mempermudah akses masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotor.
"Harapannya, sebelum aturan ini benar-benar diimplementasikan, masyarakat sudah siap," ujar Rivan, selaku Direktur Utama Jasa Raharja dalam keterangan tertulis, Senin (05/09/2022), dikutip dari cnbcindonesia.com.
Lebih lanjut, Rivan menyatakan, bahwa dari 39 persen kendaraan bermotor yang belum membayar pajak tersebut telah berdampak pada tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp100 triliun. Jika mengacu pada Upah Minimum Kota Bekasi, maka Rp100 tiriliun setara dengan 21 kali lipatnya.
Oleh sebab itu, Tim Samsat Nasional berharap, melalui kebijakan ini masyarakat dapat disiplin dan membantu peningkatan potensi pendapatan pajak. Karena dengan penambahan tersebut, secara tidak langsung akan membantu akselarasi pemenuhan fasilitas jalan bagi pengendara, dan lain sebagainya.
"Tentu hal itu semata-mata untuk kepentingan masyarakat, karena pajak akan dikembalikan lagi melalui berbagai program, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, Pendidikan, Kamtibmas, serta program keselamatan berlalu lintas," jelas Rivan.
Kendati demikian, catatan kendaraan bermotor di Indonesia masih menemui ketimpangan. Jika mengacu pada data per 31 Desember 2021, Polri mencatat ada 148 juta kendaraan. Sementara Kemendagri mencatat ada 112 juta, dan Jasa Raharja mencatat ada 103 juta.
Perbedaan data yang terjadi tersebut juga diakui oleh Tim Samsat Nasional. Brigjen Yusri Yunus, Direktur Regident melalui telewicara dengan Kompas.tv juga menyatakan bahwa perbedaan tersebut, khususnya tingginya data di Polri disebabkan oleh temuan pihak kepolisian terhadap kendaraan yang banyak melakukan pelanggaran. Oleh sebab itu, selain fokus terhadap kegiatan sosialisasi, Tim Samsat Nasional juga akan melakukan pemutakhiran data melalui sinkronisasi. Dengan demikian akan ada data valid dan tunggal yang dapat menjadi acuan.
Penulis: Galih Ayu Palupi
Editor: Iip M Aditiya