Ungkapan populer “Lu punya duit, lu punya kuasa,” apakah berlaku juga di kontestasi pemilu? Kalo berkaca ke pemilu-pemilu sebelumnya, mayoritas kontestan terpilih adalah yang mereka paling jor-joran keluarkan ongkos kampanye. Gak cuma di Indonesia, di beberapa negara lain juga demikian.
Masuk akal, sih. Buat nyebar visi-misi, keliling ke berbagai wilayah, pasang iklan di TV, di billboard, masang baliho, sampe nempelin stiker di angkot-angkot dan kaca warteg, itu semua butuh duit. Ditambah hadirnya medsos di zaman sekarang, ongkos mahal politik sudah jadi konsekuensi yang mesti ditanggung kalo terjun ke kontestasi elektoral.
Walau begitu, tentu saja, duit bukan jadi faktor tunggal kesuksesan di pemilu. Adanya kontestan yang relatif “royal” namun gagal, dan kontestan yang keluar duit relatif sedikit tapi bisa tetap lolos/menang, sudah cukup jadi bukti. Kata “efisiensi” rasanya jadi kata yang paling tepat buat menggambarkan strategi yang lebih jitu dari sekadar berlomba-lomba merogoh kocek paling dalam di kontestasi pemilu.